Utopia Sepakbola: Dari Hillsborough ke Kanjuruhan Pasca Arema Malang vs Persebaya Surabaya


Awal Oktober ini menjadi kehilangan besar bagi sepakbola nasional. Ratusan suporter meninggal dunia dalam laga sepakbola dua klub rival Arema Malang dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang.

Bagi masyarakat Indonesia, persepsi mereka terbagi-bagi tentang kasus ini. Ada pendapat tidak populer jika kita mengaitkan kejadian ini menjadi momentum perubahan sepakbola nasional menuju arah yang lebih baik.

Asumsi tersebut tercipta jika kita mengkaji menurut artikel ilmiah Jurnal "Sport in Society" volume 13 nomor 6, tahun Agustus 2010. Artikel berjudul "The place of the stadium: English football beyond the fans" ditulis Jessica Robinson dari Universitas Chicago, Amerika Serikat.

Utopia Sepakbola

Tragedi Hillsborough menjadi momentum perubahan persepsi publik terhadap stadion. Setiap orang memiliki gambaran yang indah tentang stadion dalam wujud utopia.

Namun, tragedi Hillsborough akhir tahun 80 an menjadi semacam puncak distopia sepakbola. Padahal, permasalahan hooligans sudah muncul sejak pertengahan tahun 1960.

Pertandingan semi final FA Cup antara Liverpool versus Nottingham Forest digelar di Hillsborough Stadium, markas Sheffield Wednesday. Sebanyak 96 orang meninggal, 400 orang dirawat di rumah sakit, bahkan salah satunya ada yang koma selama empat tahun.

Anomali Prestasi

Saat itu, semua saling salah-menyalahkan, bahkan momen ini menjadi awal perseteruan fans Liverpool dan harian Suns karena pemberitaan yang menyalahkan mereka. Anehnya, tragedi nasional ini terjadi tahun 15 April 1989. Inggris berhasil mencapai prestasi masuk semi final Piala Dunia 1990.

Inggris berupaya menghilangkan kesan kekerasan yang melekat, menggantinya dengan prestasi. Paul Gazza Gascoigne pernah terlihat menangis ketika ia memperoleh kartu merah yang menjadi biang kegagalan Inggris ke final.

Sepakbola secara perlahan bergeser bukan hanya milik para kelas pekerja, namun milik berbagai kelas. Salah satu film berjudul "Fever Pitch" mengubah mindset masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan terhadap sepakbola dengan rasa aman, bukan lagi sebatas distopia penuh kekerasan.

Transformasi Sepakbola

Menurut Jessica, klub-klub elit mulai membenahi stadion mereka, serta mengarahkan pengelolaan klub semakin ke arah korporasi untuk kenyamanan fans. Bukan hanya perubahan-perubahan tersebut, sepakbola Inggris berbenah salah satunya dengan ritual sepakbola. Momen kehilangan yang biasanya berupa keheningan, diubah menjadi menit tepuk tangan. 

Para pemain di stadion memberikan menit tepuk tangan untuk pemain sekaliber George Best, maupun suporter dan tokoh publik. Transformasi dari ekspresi solidaritas dari keheningan ke tepuk tangan merupakan bentuk penghormatan terhadap mereka-mereka yang gugur.

Selain itu, semenjak tragedi tersebut, nasionalisme mulai didekatkan dengan sepakkbola. Bendera Inggris disematkan di berbagai tempat di stadion, mengingatkan kita bahwa sepakbola sangat erat dengan kebanggaan nasional, tidak hanya daerah.



Scout Indonesia. Jangan lupa klik dan subscribe kanal Youtube LigaIndonesia.My.Id untuk memperoleh video-video sepakbola akar rumput. 








Comments