Daddy Fahmanadie: Gaungkan Restorasi Sistem Peradilan Pidana dan Edukasi Masyarakat


Peradilan pidana di Indonesia memerlukan suatu bentuk restorasi. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Daddy Fahmanadie, SH., LL.M, menyebutkan hal tersebut dalam acara TVRI Kalsel tanggal 19 Oktober 2022 pukul 15.00 WITA.

Daddy mengisi acara "Banua Bicara" sebagai narasumber dengan tema "Menelisik Pengadilan Hukum Peradilan Pidana". Dipandu pembawa acara Herlianur Pahdi, acara selengkapnya dapat dilihat di video bagian bawah artikel ini.

Daddy menjelaskan bagaimana isu pengadilan hukum dan peradilan pidana menjadi konsumsi masyarakat luas, termasuk kasus Ferdy Sambo dan Kanjuruhan Malang. "Tingkat nasional, baik para pesohor, artis, atau oknum aparat. Masyarakat seakan-akan melek akan hukum, tapi perlu tahu bagaimana sebenarnya," menurut pemilik Klinik Hukum DF ini.

Kemajuan media baru membawa tantangan tersendiri terkait peradilan pidana. "Di tengah carut marut penindakan hukum kita yang saat ini menjadi sorotan di masyarakat, tidak hanya melalui media tapi juga media sosial. Respon masyarakat cukup tanggap terhadap bidang ini," jelasnya.

Daddy mempertanyakan kembali janji Presiden Joko Widodo pada awal kepemimpinannya terkait penggalakan peradilan tindak pidana korupsi (tipikor). "Presiden Jokowi skala prioritas awal tentang tindak pidana korupsi. Tapi kesini-kesini juga menyeluruh yang ikonik dan dilema dari tindak pidana ringan cenderung menjadi pokok bahasan seiring irama yang berkembang di masyarakat," lanjut warga Kota Banjarbaru ini.

Sudut Pandang Proses

Sebagai dosen hukum pidana, Daddy Fahmanadie membedah suatu sistem peradilan pidana. Peradilan pidana atau sistem peradilan pidana adalah suatu konsep yang dalam hukum pidana termasuk bagian dalam proses. Menurutnya, negara tidak boleh sewenang-wenang untuk melakukan tindakan kepada seseorang yang melanggar hukum.

Proses peradilan pidana dimulai dari seperangkat komponen. Komponen ini berupa organik atau organ daripada institusi yang mewakili negara. "Mulai dari bawah, kepolisian, kejaksaan, akhirnya pengadilan, sampai ke lembaga terakhir yang menjadi subsistem lembaga pemasyarakatan," jelas alumnus pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Dalam membahas sistem peradilan pidana, masyarakat harus memahami suatu proses yang terjadi. "Apakah ini tindak pidana atau bukan, yang menilai dan memutuskan pengadilan, tapi proses itu dimulai dari bawah, kepolisian, garda terdepan. Kepolisian dan kejaksaan berperan dalam penyelidikan dan penyidikan, khusus kejaksaan ditambah penuntutan," lanjutnya.

Proses peradilan pidana juga dikenal dengan adanya bukti atau alat bukti sebelum pemrosesan lebih lanjut. "Bukti permulaan harus cukup, dibahas dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 183 dan 184, pasal 183 sekurang-kurangnya ada dua alat bukti, sedangkan 184 minimal ada lima bukti. Kepolisian dan kejaksaan baru bisa memproses jika bukti-bukti tersebut mencukupi," jelasnya.

Organ-organ sistem peradilan pidana sangat penting untuk menciptakan penindakan hukum yang fair, baik, dan sesuai tupoksi masing-masing. Dalam koridor komponen tersebut, sistem hukum nasional juga memiliki undang-undang khusus yang menaungi organik lembaganya.

Masyarakat Melek Hukum

Sebagai akademisi ilmu hukum, Daddy menyadari bahwa ketidaktahuan masyarakat terhadap hukum merupakan pekerjaan rumah bagi negara. "Perlu edukasi agar masyarakat melek hukum. Tidak hanya mahasiswa sarjana hukum," lanjutnya. Meskipun demikian, Daddy mengakui bahwa perbuatan melanggar hukum justru bisa dilakukan oknum-oknum yang memahami hukum. "Yang jadi persoalan, justru yang jadi masalah adalah oknum yang mengerti hukum, tapi mengapa mereka melakukan perbuatan melanggar hukum?" tanyanya.

Kembali kepada pemaparan sistem peradilan pidana, masyarakat perlu menyerahkan proses penegakan hukum secara fair. "Hakim yang menilai dalam koridor hukum kita, jangan didesak-desak, jangan dipengaruhi, masih ada upaya hukum kalau ada ketidakadilan, JPU (jaksa penuntut umum) boleh tingkat banding, kasasi, atau terakhir peninjauan kembali. JPU bisa pengacara bisa itulah keadilan dalam hukum kita," paparnya.

Daddy berharap adanya restorasi sistem peradilan nasional sebagai kesimpulan bahasan sore itu. "Kedepan walaupun dipengaruhi dua teori yang berbeda, model yang berbeda, sistem kita berbeda dari negara Barat, harus selaras dengan prinsip-prinsip azas, integritas masing-masing lembaga yang saling berkaitan, namun secara khusus integritas individu dari atas sampai bawah, menjadi bahan bagi restorasi penegakan hukum melalui tata kelola dan rekrutmen," pungkasnya. 


Scout Indonesia. Jangan lupa klik dan subscribe kanal Youtube LigaIndonesia.My.Id untuk memperoleh video-video sepakbola akar rumput. 

Video LigaIndonesia.My.Id terakhir:







Comments